http://chearifin.blogspot.com. Powered by Blogger.
RSS

Pemeriksaan Fisik Neurologi

Berhubung beberapa hari ini, gua lagi asyik asyiknya bergelut di dunia yang gak jelas ukurannya. Jadi ketertarikkan bot syaraf masih membayang di otak gua. Jadi tulisan satu ini sangat gua dedikasikan pada rekan-rekan sejawat yang nantinya bakal menggeluti dunia yang saya rasakan saat ini.

Untuk menegakkan diagnosis, dalam ilmu neurologi dikenal :
1. Diagnosis Klinik : berdasarkan keluhan klinis pada pemderita
2. Diagnosis Topis : berdasarkan tempat
3. Diagnosis Etiologis : berdasarkan penyebab

Langkah-langkah diagnosis :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik umum
3. Pemeriksaan neurologi
4. Pemeriksaan labolatorium
5. Pemeriksaan LCS
6. Pemeriksaan khusus lain : EEG, arteriografi, CT-scan.
Notes : dalam beberapa literature memasukkan pemeriksaan mental (status pskiatri)

1. ANAMNESIS
• Fundamental 4
a) RPS (rwyt penyakit skrg)
b) RPD (rwyt pnyakit dahulu)
c) RPK (rwyt pnyakit keluarga)
d) RSE (rwyt sosial ekonomi)
• Secret 7 (pada RPS)
a) Onset
b) Lokasi
c) Kronologis
d) Kualitas
e) Kuantitas
f) Gejala penyerta
g) Faktor yang memperberat/memperingan





• Keluhan utama yang sering dikatakan pasien :
a) Nyeri kepala
Tanyakan : Apakah menderita sakit kepala, sifatnya, bentuk serangan, lokasi, progresif, mgganggu aktifitas???
b) Muntah
Tanyakan : apakah disertai mual, muntah? Apakah muntah tiba2, mendadak, selah isi perut keluar semua (proyektil)?
c) Vertigo
Tanyakan : pernah merasa seolah sekeliling berputar? Atau merasa diri anda berputar? Berhubungan dg sikap tubuh? Disertai mual muntah? Tinnitus?
d) Ggn visus
Tanyakan : bgmn penglihatanna? Diplopia? Kabur?
e) Ggn pendengaran
Tanyakan : bgmn pendegarannya? Apakah berdeging?
f) Ggn sraf otak lain
Tanyakan : ggn penciuman, pengecapan, salviasi, lakrimasi? Kelemahan otot wajah? Cadel? Pelo? Serak? Dll.
g) Ggn fungsi luhur
Tanyakan : bgmn ingatanya? Pelupa? Disfasia? Afasia? dll
h) Ggn kesadaran
Tanyakan : pernah pinsan (sinkop)?
i) Ggn motorik
Tanyakan : anggota tubuh melemah? Lumpuh? Sifatnya?
j) Ggn sensibilitas
Tanyakan : ggn perasaan pd bag tubuh? Rasa kesemutan? Baal? Sifatnya? Tempatnya?
k) Ggn saraf otonom
Tanyakan : miksi, defekasi, libido? Retensio/inkontinensia uri atau alvi?

2. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
• Tanda vital
• Kepala-leher-kulit
• Thorak-jantung-abdomen
3. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Pemeriksaan kesadaran
Kualitatif (TINGKAT KESADARAN)
 Sadar
Dapat berorientasi dan berkomunikasi.
 Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
 Sopor (Stupor)
Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien..Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik. Gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
 Koma-ringan (semi koma)
Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat dibangunka (contoh mnghindri tusukan).
 Koma (dalam atau komplit) : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kuantitatif SKALA KOMA GLASGOW (GCS)
 Membuka mata à 1-4
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon











 Respon verbal à 1-5
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara

 Respon motorik à 1-6
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan










Cara penulisannya :
• Berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.
• Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.
• Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.
• Bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X.
• GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma

Kualitas kesadaran :
 Compos mentis : bereaksi secara adekuat GCS skor 14-15
 Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
 Bingung/confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
 Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
 Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE
 Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem pada pasien koma.
Reflek Brainstem Respon Nilai
Refleks bulu mata positif kedua sisi 2
negatif 1
Refleks kornea positif kedua sisi 2
negatif 1
Doll’s eye movement/ice water calories positif kedua sisi 2
negatif 1
Reaksi pupil kanan terhadap cahaya positif kedua sisi 2
negatif 1
Reaksi pupil kiri terhadap cahaya positif positif kedua sisi 2
negatif 1
Refleks muntah atau batuk positif kedua sisi 2
negatif 1
Interpretasi  Nilai minimum : 6
Nilai maksimum : 12 ( nilai /skor makin tinggi makin baik )

Pemeriksaan Rangsang Meningeal
1. Kaku Kuduk (nuchal/neck rigidity)
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
2. Tanda Lasegue
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat.
3. Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
4. Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada..Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.



5. Tanda Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
6. Tanda Brudzinski III (Brudzinski’s cheek sign)
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan reflektorik keatas sejenak dari kedua lengan.
7. Tanda Brudzinski IV (Brudzinski’s symfisis sign)
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara
reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.

Pemeriksaan Saraf Otak (Nn. Craniales)
1. N. Olfaktorius
Cara pemeriksaan :
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Hasil :
• Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
• Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
• Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
• Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
• Kakosmia : parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin, pesing dsb.
• Halusinasi olfaktorik : bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau.

2. N. Optikus
A. pemeriksaan penglihatan (visus)
Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :
• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan pasien
• menggunakan kartu Snellen.
B. pemeriksaan lapang pandang.
munggunakan metode Konfrontasi dari Donder.
Hasil :
• Skotoma : ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya
• Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
• Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
Macam macam gangguan ”visual field” :
• hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal ).
• homonymous hemianopsia.
• homonymous quadrantanopsia.
• total blindness dsb

3. N. Okulomotorius, N. Trokhlearis, dan N. Abdusend
Terdiri dari:
1. Pemeriksaan gerakan bola mata.
• Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar kemauan pasien). Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata. Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.
2. Pemeriksaan kelopak mata:
• Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan. Ptosis adalah kelopak mata yang menutup.
3. Pemeriksaan pupil
• Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
• Bandingkan kiri dengan kanan (isokor atau anisokor).
• Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
Pemeriksaan refleks pupil :
Refleks cahaya.
1. Direk/langsung :
Cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis).
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran
kembali yang tidak terjadi dengan segera.
2. Indirek/tidak langsung
Refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
Refleks akomodasi.
• Caranya, pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola mata akan berputar kedalam atau nasal.
• Hasil : Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis pupil.
Refleks ciliospinal
Rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis (melebar) dari pupil homolateral. keadaan ini disebut normal.
Refleks okulosensorik.
• Rangsangan nyeri pada bola mata/daerah sekitarnya
• normal akan memberikan miosis atau midriasis yang segera disusul miosis.
Refleks terhadap obat-obatan.
• Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran pupil/midriasis.
• Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.






3. N. Trigeminus
Pemeriksaan motorik.
• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m. Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri.
• Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.
Pemeriksaan sensorik.
• Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Pemeriksaan refleks.
• Refleks kornea (berasal dari sensorik Nervus V).
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
• Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks”. Normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m.pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.
• Refleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).



4. N. Fasialis
Pemeriksaan fungsi motorik.
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut. Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara lain:
 Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
 Mengangkat alis
 Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
 Moncongkan bibir atau menyengir.
 Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian
sisi yang lumpuh.
Pemeriksaan fungsi sensorik.
Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
Bahan :
• Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %,
• Kinine 0,075 %.
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah)
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm (lama 5 menit).

5. N. Vestibule-Kokhlearis
Pemeiksaan N. Kokhlearis dapat dilakukan dg :
a. Pemeriksaan Weber.
b. Pemeriksaan Rinne.
c. Pemesiksaan Schwabach.
Baca pemeriksaan THT !!!


Pemeriksaan N. Vestibularis dapat dilakukan dg :
a. Pemeriksaan dengan test kalori.
b. Pemeriksaan “past pointing test”.
c. Test Romberg .
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
d. Test melangkah ditempat (Stepping test).
• Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
• Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

6. N. Glosofaringeus dan N. Vagus
Cara pemeriksaan :
• Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “ a” . Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf ” a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat.
 Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.

7. N. Accesorius
Cara pemeriksaan :
• Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
• Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa, kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

8. N. Hipoglosus
Cara pemeriksaan.
• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.
• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

Pemeriksaan Sistem Motorik
Cara pemeriksaan :
1. Pengamatan
• Gaya berjalan dan tingkah laku.
• Simetri tubuh dan ektremitas.
• Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.

2. Gerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
• Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
• Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
• Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
• Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
• Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
• Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
• Gerakan jari- jari kaki.


3. Palpasi otot.
• Pengukuran besar otot.
• Nyeri tekan.
• Kontraktur.
• Konsistensi ( kekenyalan ).
• Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.

4. Perkusi otot.
• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
• Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

5. Tonus otot.
• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
• Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
• Hipotoni : tahanan berkurang.
• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.
• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara :
 Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.
 Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot :
1. Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
2. Dengan menggunakan angka dari 0 – minus 4
Nilai 0 -1 -2 -3 -4
Gerakan bebas + + + - -
Melawan grafitasi + + + - -
Melawan pemeriksa + + - - -

Ket : Nilai O = normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis.

Anggota gerak atas.
• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan abduksi ibu jari.
• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
• Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah.
• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
• Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” (L4,L5,S1,S2,saraf siatika).
• Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis)

7. Gerakan involunter.
• Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum
• Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum (nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
• Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunteer
• Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
• tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
• Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nucleus kaudatus.
• Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
• Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.
• Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi.
• Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.

8. Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign“
Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
 Test telunjuk hidung.
 Test jari – jari tangan.
 Test tumit – lutut.
• Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
 Test fenomena rebound.
 Test mempertahankan sikap.
 Test nistagmus.
 Test disgrafia.
 Test romberg.
 Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang – goyang ).
 Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “
 Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan,lengan atau tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

Gait dan Station.
Macam macam Gait:
• Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
• Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik paraparese.
• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.




Pemeriksaan Sistem Sensorik
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik.
− Rasa nyeri.
− Rasa suhu
− Rasa raba.
2.Sensibilitas proprioseptif.
− Rasa raba dalam.
3.Sensibilitas diskriminatif
− daya untuk mengenal bentuk/ukuran.
− daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb

Tahap Pemeriksaan.
1. Test untuk rasa raba halus.
Alat pemeriksa : kapas.
Cara pemeriksaan:
 permukaan diraba dengan ujung – ujung kapas tersebut.
 dari atas ke bawah/ sebaliknya.
 Dibandingkan kanan dan kiri.
 Yang perlu diingat:
 Daerah lateral kurang peka dari medial.
 Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae, genetalia.
2. Test untuk rasa nyeri superficial.
Alat pemeriksa : jarum bundel
Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara sama spt diatas.
3. Test untuk rasa suhu.
Alat pemeriksa :
 Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
 Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.
Cara pemeriksaan :
 Botol botol tersebut harus kering betul.
 Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian tubuh yang terbuka.
 Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.
4. Test untuk rasa sikap.
Alat pemeriksa : bagian tubuh pasien sendiri.
Cara pemeriksaan :
 Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai.
 Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.
5. Test untuk rasa gerak/posisi sendi.
 Alat pemeriksan : sendi sendi/jari jari tangan kaki pasien
 Cara pemeriksaan: pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan /kiri.
6. Test untuk rasa getar.
 Alat pemeriksa : garpu tala
 Cara pemeriksaan : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.
7. Test untuk diskriminatif.
Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.
Cara pemeriksaan :
 Rasa stereognosis.
Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal benda – benda yang disodorkan kepadanya.
 Rasa diskriminasi 2 titik.

o Lidah : 1 mm.
o Ujung jari tangan : 2 – 7 mm.
o Telapak tangan : 8 – 12 mm
o Dorsum manus : 20-30 mm
o Dada : 40 mm
o Paha : 70-75 mm
 Jari kaki : 3 – 8 mm.



 Rasa Gramestesia.
Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
 Rasa Barognosia.
Untuk mengenal berat suatu benda.
 Rasa topognosia.
Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.

8. Test untuk mengetahui lokalisasi rasa nyeri.
 Tindakan untuk mengetahui adanya kelainan di daerah tulang belakang servikal.
a) distraksi servikal.
b) kompresi servikal : tindakan Lhermitte.
c) tindakan valsava.
d) test menelan.
 Tindakan dari Tinel: untuk mengetahui ”tanda kesemuten akibat lesi susunan saraf perifer. Dengan melakukan penekanan pada saraf perifer:
a) Bila hasil ya: timbul rasa nyeri ini berarti terjadi lesi irritatif.
b) Bila hasil nya timbul kesemuten ini berarti adanya regenerasi saraf perifer.
Modifikasi test Laseque yaitu:
 Test dari Bragard
Straight Leg Raising Test kemudian diikuti dengan dorsofleksi kaki. Tanda laseque test akan positif pada derajat yang lebih kecil.
 Test dari O’CONNEL = test laseque silang.
Nyeri timbul pada pangkal N. Ishiadikus yang sehat pada waktu dilakukan SLRS test.
 Bowtring Sign.
Penekanan pada fossa Poplitea diatas N.ishiadikus menimbulkan rasa sakit dipunggung atau kaki.



9. Test untuk membangkitkan rasa nyeri di sendi panggul/sakroiliaka.
 Test dari Patrick = F-AB-BR-E Sign.
Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan pada lutut yang difleksikan itu kemudian timbul gerakan fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan rasa nyeri di sendi panggul yang ada kelainannya.
 Test dari contra Patrick.
Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu timbul pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka.
 Test Homan
a) Pasien dibaringkan terlentang dan tungkai diluruskan lalu kaki didorsofleksikan pada sendi pergelangan kaki lalu timbul rasa nyeri dibetis.
b) Pasien berbaring terlentang, tungkai diluruskan lalu lakukan palpasi pada betis dan sekitarnya kemudian timbul rasa nyeri.
 Test dari NAFSIGER - VIETS.
Pasien terlentang /berdiri kemudian dilakukan penekanan pada kedua v. Jugularis sampai pasien merasa kepalanya penuh sekitar 1,5- 2,5 menit , bila tekanan intracranial meningkat timbul rasa nyeri radikuler yang makin bertambah

Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa eksteroseptif.
a) Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
b) Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
c) Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.
Rasa Nyeri.
a) Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
b) Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
c) Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.



Rasa suhu.
a) Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
b) Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
c) Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.
Rasa abnormal dipermukaan tubuh.
a) kesemuten : PARESTHESIA.
b) nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
a) rasa gerak : KINESTHESIA.
b) rasa sikap : STATESTESIA.
c) rasa getar : PALESTHESIA.
d) rasa tekan : BARESTHESIA.
Rasa DISKRIMINATIF.
a) Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan : STEREOGNOSIS.
b) Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
c) Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
d) Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit : GRAMESTESIA.
e) Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
f) Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri : AUTOTOPOGNOSIS.

Pemeriksaan Reflek
Jenis reflex :
1. Reflek superficial
2. Reflek dalam (reflex regang otot) disebut juga reflex tendo, reflex periosteal, reflex miotatik, reflex fisiologis.

Tingkat jawaban reflex :
 Tidak ada kontraksi : 0
 Hanya kontraksi otot : 1
 Normal : 2
 Hiperrefleksi : 3
 Hiperrefleksi dan dublikasi : 4
Refleks Superfisialis :
1. Reflex kornea
2. Reflex dinding perut superfisialis
 Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik, supraumbilical, infra umbilical dari lateral ke medial.
 Respons : kontraksi dinding perut
 Afferent : n. intercostal T 5 – 7 ( epigastrik )
n. intercostal T 7 – 9 ( supra umbilical )
n. intercostal T 9 – 11 ( umbilica )
n. intercostal T 11 – L 1 ( infra umbilical )
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
 Efferent : idem
3. Reflex kremaster
 Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
 Respons : elevasi testis Ipsilateral
 Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
 Efferent : n. genitofemoralis
4. Reflex anus superfisialis
5. Reflex telapak kaki, reflex plantar

Refleks Dalam :
1. Reflex biceps (BPR)
 Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
 Respons : fleksi lengan pada sendi siku
 Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
 Efferenst : idem
2. Reflex triceps (TPR)
 Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
 Respons : extensi lengan bawah disendi siku
 Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
 Efferenst : idem
3. Reflex periosto radialis
 Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
 Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m. brachioradialis
 Afferent : n. radialis ( C 5-6 )
 Efferenst : idem
4. Reflex periosto ulnaris
 Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi – supinasi.
 Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus
 Afferent: n. ulnaris ( C B-T1 )
 Efferent : idem
5. Reflex patella (KPR)
 Stimulus : ketukan pada tendon patella
 Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps Femoris.
 Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
 Afferent : idem
6. Reflex Achilles (APR)
 Stimulus : ketukan pada tendon achilles
 Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.gastrocnemius
 Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
 Afferent : idem
7. Klonus lutut
 Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal
 Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus berlangsung.
8. Klonus kaki
 Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
 Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.



Reflex Patologis :
1. Reflex babinsky
 Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
 Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
2. Reflex chaddock
 Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
 Respons : seperti babinski
3. Reflex Oppenheim
 Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal
 Respons : seperti babinski
4. Reflex Gordon
 Stimulus : penekanan betis secara keras
 Respons : seperti babinski
5. Reflex gonad
 Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
 Respons: seperti babinski
6. Reflex Schaefer
 Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
 Respons: seperti babinski
7. Reflex Stransky
 Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
 Respons: seperti babinski
8. Reflex Rossolimo
 Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
 Respons: fleksi jari – jari kaki pada sendi interphalangealnya
9. Reflex Mendel – Bechterew
 Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum
 Respons : seperti rossolimo


10. Reflex Hoffman
 Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
 Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi
11. Reflex tromner
 Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
 Respons : seperti Hoffman
12. Reflex leri
 Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas
 respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku
13. Reflex mayer
 Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak tangan.
 Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.

Refleks primitive :
1. Sucking reflex
 Stimulus : sentuhan pada bibir
 Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah – olah menyusu
2. Snout reflex
 Stimulus : ketukan pada bibir atas
 Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir / dibawah hidung (menyusu)
3. Graps reflex
 Stimulus : penekanan / penempatan jari si pemeriksa pada telapak tangan pasien.
 Respons : tangan pasien mengepal
4. Palmo – mental reflex
 Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian Thenar.
 Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularis oris ipsilateral.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment